Archive for the ‘Embun Taushiyah’ Category

Perkembangan dunia menggombal saat ini terbilang pesat. Kalau dulu menggombal cuma sekedar, “lautan kan kuseberangi, gunung tinggi kan kudaki..”; atau yang agak modern seperti, “Neng bapaknya pengusaha agrobisnis ya? Soalnya hatiku terpupuk cinta Neng…”; yang terbaru sudah muncul “gombal syariah”.

Iya, “gombal syariah”. Semoga kemunculan gombal jenis ini karena arus islamisasi yang kuat. Mau tau contohnya? Nih… “Neng, abang siap jadi imam buat Neng…”

Tapi yah… gombal sekedar gombal. Entah lah bagaimana sebenarnya bacaan Qur’an si penggombal sehingga berani menawarkan diri menjadi Imam. Sebab, dalam sholat, bacaan Al-Fatihah yang salah bisa membatalkan sholat. Ini bukan salah karena lupa bacaan, tapi salah panjang pendek bacaan pun bisa batal. Jangan remehkan, karena salah memanjangkan/memendekkan sebuah bacaan bisa memberi arti yang berbeda, atau malah tidak ada artinya. Begitu juga salah pengucapan huruf.

Tidak hanya Al-Fatihah tentu saja, seorang Imam juga akan membacakan surat setelah Al-Fatihah. Kalau berani menawarkan diri jadi Imam, harusnya bacaan Qur’annya sudah benar-benar fasih.

Lalu bagaimana supaya gombalannya afdhol? Itu lah pentingnya tahsin.

Tahsin itu artinya kita memperbaiki bacaan Qur’an kita melalui seorang guru. Kata ini berasal dari bahasa arab. Hassana-Yuhassinu yang artinya membaguskan.

Banyak yang terjebak perasaan ghurur (tertipu), menyangka bacaan Qur’annya sudah cukup baik karena sejak kecil sudah belajar dengan seorang guru ngaji. Tapi ketika dites kembali oleh seorang musyrif (guru) yang mendalami tajwid (aturan-aturan bacaan Qur’an), tampak lah banyak kesalahannya.

Kesalahan membaca Qur’an ini ada dua tipe. Pertama, yang disebut dengan “Lahn Jaliyy” atau kesalahan tergolong fatal. Seperti salah baca baris, salah baca huruf, yang panjang dibaca pendek (dan sebaliknya), dll. Mau jadi imam tapi bacanya masih suka Lahn Jaliyy? Amit-amit dah.

Kesalahan kedua lebih ringan. Namanya Lahn Khafiyy. Kesalahan ringan, misalnya bacaan panjangnya masih kurang panjang. Bunyi dengung yang masih kurang tepat, dll. Selama masih belajar, kesalahan seperti ini ditolerir. Tapi kalau tidak mau belajar dan merasa benar, hati-hati kita termasuk orang yang ghurur.

Pernah ada pertanyaan iseng, “emang kita harus jadi orang Arab ya supaya bisa baca Qur’an?” Bukan begitu, tetapi karena Rasulullah memerintahkan untuk membaca Qur’an sesuai dengan dialek orang Arab, khususnya suku Quraisy.

“Bacalah AlQuran dengan cara dan suara orang Arab yang fasih”. (HR. Thabrani)

Allah swt juga memerintahkan membaca Qur’an ini dengan bacaan yang benar. “Dan bacalah Al Quran dengan tartil.” (Q.S. Al-Muzzammil 73: 4).

Seharusnya kesadaran memperbaiki bacaan Qur’an tidak sekedar datang dari keinginan membobotkan gombalan. Tapi karena keutamaan mempelajari Qur’an sendiri. Rasulullah saw memotivasi pengikutnya dengan sabda berikut:

“Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya” (HR. Bukhari, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majjah dan Addarini).

Di kesempatan lain Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya, ’Siapa mereka wahai Rasulullah?’ Beliau saw menjawab, ’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Juga sebuah hadits berbunyi, “Orang yang membaca Al Qur’an dan dia lancar membacanya akan bersama para malaikat yang mulia dan baik. Dan orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata, ia mendapatkan dua pahala ” (Muttafaqun Alaih)

Nah, masih mau menggombal dengan mengumbar tawaran menjadi Imam ke cewek-cewek? Pertama, perbaiki dulu bacaan Qur’an kamu. Ikuti program tahsin di lembaga yang mengajarkannya. Kedua, perbaiki cara menggombalmu karena menggombal yang benar itu ketika sudah resmi dalam ikatan suami-isteri, bukan seperti playboy yang lagi pencitraan jadi orang sholeh.

Manfaat Berorganisasi

Posted: May 21, 2015 in Embun Taushiyah

rapat osis

Di setiap sekolah biasanya terdapat ekstrakurikuler, yaitu organisasi-organisasi yang mewadahi kegiatan para siswa. Penting gak sih keberadaan organisasi-organisasi itu, mengingat aktifitas belajar kita saja sudah terasa melelahkan?

Organisasi eksrtrakurikuler ini tentu saja ada manfaatnya. Kalau mubazir, mungkin sekolah sudah menutup kegiatan-kegiatan itu. Mana lagi sekolah sering dimintai dana kalau ada kegiatan. Salah satu manfaat eksrtrakurikuler adalah wadah kita berlatih berorganisasi. Berorganisasi itu perlu lho…

Sebut saja namanya Andi, lulus kuliah dengan nilai yang membanggakan. Dengan nilai itu, ia mudah diterima kerja. Tapi masalah mulai muncul. Andi agak gagap dengan struktur organisasi perusahaan. Andi juga tidak terbiasa dengan perdebatan di rapat-rapat kerja. Maklum, selama kuliah dan sekolah, Andi tidak pernah mengikuti organisasi apa pun.

Lain lagi ceritanya dengan Heri. Nilainya memang biasa saja. Mungkin Heri bukan profile yang bagus untuk menggambarkan seorang mahasiswa yang punya kemampuan membagi waktu antara belajar dengan berorganisasi. Ya, Heri seorang organisatoris di kampusnya. Tapi, pengalaman organisasinya membawa manfaat. Saat wawancara kerja, ia sudah terbiasa mengungkapkan pikiran dan pendapatnya secara verbal di depan umum. Wawancara berjalan lancar dan mengesankan. Di dunia kerja, ia tidak canggung menghadapi struktur organisasi dan rapat-rapat kerja. Dan saat ia diangkat menjadi supervisor, ia mampu memimpin bawahannya dengan baik.

Ilustrasi di atas memang tidak mewakili seluruh orang yang pernah berorganisasi atau pun tidak. Ada juga orang yang tetap luwes walau pun tidak ikut organisasi di sekolah/kuliahnya. Ada juga orang yang masih canggungan walau punya pengalaman berorganisasi. Tapi ilustrasi di atas bisa menjelaskan bagaimana manfaat berorganisasi.

Nah, apa saja manfaat dari berorganisasi?

1. Menyalurkan Minat dan Bakat

Kalau kamu hobi olahraga, tidak ada salahnya kamu ikut organisasi keolahragaan. Juga kalau kamu suka dan bercita-cita menjadi peneliti, kamu bisa coba masuk Kelompok Ilmiah Remaja. Kalau kamu suka dengan dunia kerelawanan, kamu bisa ikut Palang Merah Remaja. Atau kalau kamu suka dengan alam bebas, kamu bisa ikut organisasi pecinta alam. Semua organisasi ini mewadahi minat dan bakat kamu. Tentu saja minat dan bakat yang ditampung adalah minat dan bakat yang positif. Ayo, coba gali, adakah minat dan bakat kamu yang sesuai dengan organisasi eksrtrakurikuler di sekolah?

Dan jangan lupa, setiap orang punya bakat masuk menjadi orang yang baik. Setiap orang punya minat untuk masuk surga. Rohani Islam siap menampung minat dan bakat kamu itu. Apa pun organisasi yang kamu ikuti di sekolah, pastikan kamu juga ikut Rohis. 😉

2. Ajang Bersosialisasi

Gaul bukan berarti kamu suka jalan-jalan ke mal, cafe, atau tempat nongkrong lain (termasuk wc). Kamu aktif di organisasi, bertemu dengan teman-teman se-ide dan se-perjuangan, suka berkumpul dengan mereka mencurahkan gagasan-gagasan yang hebat, maka kamu adalah anak gaul yang sejati.

Karena manusia itu makhluk sosial, maka kita membutuhkan manusia yang lain. Di organisasi lah kita bisa menemukan manusia yang “kita butuhkan”. Mungkin manusia itu adalah orang yang bisa menjadi teladan kita, mungkin manusia itu adalah tempat curhat kita, atau manusia itu tempat kita meminjam uang. Apa pun kebutuhan itu, kita butuh manusia lain.

Alangkah indahnya kalau kawan-kawan tempat kita bersosialisasi adalah orang-orang yang sholeh atau orang-orang yang punya semangat menimba ilmu keislaman, seperti di Rohis. “Seseorang dapat dinilai dari kadar agama temannya, oleh karena itu hendaknya salah satu dari kalian meneliti dahulu siapa yang akan ia jadikan teman.” (HR. al Hakim)

3. Belajar Menjadi Pemimpin, Bekerjasama, dan Tanggung Jawab

Dalam organisasi, ada pembagian tugas. Tugas itu bisa sebagai pemimpin, atau sebagai bawahan. Bila kita ditunjuk menjadi pemimpin – entah itu ketua umum atau ketua departemen, kita akan mendapat pengalaman belajar memimpin yang sangat berharga dalam organisasi eksrtrakurikuler. Kita belajar mengatur manusia yang punya watak berbeda-beda. Memadukan mereka dengan berbagai wataknya untuk mencapai tujuan. Sebuah seni tersendiri. Bila kita sebagai bawahan, maka kita bisa belajar patuh dan menunaikan tugas dengan benar. Apa pun posisi kita, kita belajar bertanggung jawab atas peran yang telah ditentukan untuk kita.

Organisasi tentu membutuhkan kerjasama yang kompak. Kita belajar bagaimana bekerjasama, mencurahkan ide, dan menjalankan keputusan musyawarah dalam organisasi. Bila kita selama ini hanya mengenal kerjasama pada saat ujian, cobalah belajar kerjasama yang baik dalam organisasi.

4. Merangsang Kreatifitas

Tiap organisasi punya tujuan. Untuk mencapai tujuan, dibutuhkan kreatifitas dari para anggotanya. Selain itu, tugas yang diberikan pada kita pun butuh kreatifitas untuk menuntaskannya. Dalam organisasi lah kita belajar kreatifitas yang benar, bukan kreatifitas buruk seperti melakukan manuver mencontek yang jitu saat ujian.

5. Belajar Memiliki Visi, Misi, dan Perencanaan

Visi Misi? Apakah kita akan menjadi caleg? Yah… masa depan orang hanya Allah swt yang tahu. Tapi visi misi itu bukan cuma janji gombal para caleg. Setiap orang perlu memiliki visi misi dan perencanaan dalam hidupnya. Pernah membaca novel Ayat-Ayat Cinta? Di situ diceritakan bahwa sang tokoh, Fahri, memiliki perencanaan yang matang dalam hidup dan perencanaan itu dipetakan dengan apik dan ditempel di dinding kamarnya. Coba lah memiliki perencanaan dalam hidup, siapa tahu bisa bertemu gadis kaya orang Jerman di KRL Jabotabek.

Saat organisasi akan melakukan penggantian pengurus, biasanya calon ketua akan ditanya apa visi misinya. Penting untuk mengetahui visi misi sang calon, karena dari situ akan diketahui kemana organisasi akan di bawa bila calon itu terpilih. Selain itu juga bisa mengukur kecerdasan si calon.

Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Misi adalah langkah-langkah untuk mencapai visi.

Begitu lah manfaat positif dari berorganisasi. Ada berbagai manfaat lain yang akan pembaca rasakan sendiri.

Apapun Hasilnya, Move On Aja!

Posted: September 2, 2014 in Embun Taushiyah

Banyak yang terpukau dengan kerjanya. Lalu susah move on dari mengagumi hasil karyanya. Begitu pun sebaliknya, banyak yang kecewa oleh kerjanya, lalu tak mau lagi berkarya.

“Fa idza faroghta fanshob!” “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain!” (QS Al-Insyiroh : 7)

“Gilee..!! Padahal gw baru pelajarin bahasa pemrograman ini cuma tiga hari. Tapi udah bisa bikin program hello world. Keren abis gw!!”

Sebut saja Steve Jobs, mahasiswa baru di sebuah kampus ternama yang mengambil jurusan Teknik Informatika, dia girang karena sukses mempelajari sebuah bahasa pemrograman. Tapi setelah itu…

“Luar biasa. Bikin hello world gini gw cuma butuh satu baris. Jenius banget gw.”

Beberapa jam kemudian Steve Jobs tak beranjak dari depan komputernya memperhatikan script yang berhasil ia ciptakan. Tak ada yang diperbuatnya selain itu. Lalu…

“Kayaknya gak susah bahasa pemrograman ini. Buktinya gw udah bisa bikin hello world. Kalo disuruh bikin operating system pake bahasa ini gw udah sanggup. Nyantai dulu ah… Leha leha dulu…”

Steve Jobs mulai melakukan double click pada icon game Warcraft di desktop komputernya.

Begitulah kisah kesuksesan yang berujung pada kontraproduktif. Bukan kesuksesan baru yang dikejar, namun merasa puas dengan prestasi sementara.

Banyak juga yang tersiksa oleh apa yang diperbuatnya, lalu susah move on dari meratapi hasil akhir pekerjaannya.

“Kok jadinya gini sih? Gw memang gak bakat. Gw salah masuk jurusaaan. Huaaa…”

Kali ini sebut saja si… mmm… siapa yaaa… Tukiyem deh. Mahasiswa baru jurusan Desain Komunikasi Visual. Dia merasa kecewa karena gagal mengerjakan tugas pembuatan animasi. Sebenarnya tidak gagal-gagal amat. Tugasnya sudah jadi kok. Gambarnya sudah tampil. Cuma… gambarnya tidak mau bergerak. Itu aja masalahnya.

Tapi tugas itu sudah harus dikumpulkan dalam bentuk file melalui email. Selesai gak selesai kumpul. Sayangnya Rita.. eh.. siapa tadi? Tukiyem ya? Hasil kerjanya tak sempurna dan ia sendiri memang tidak puas.

Tukiyem berlama-lama menangis telungkup di kasurnya sembari memeluk bantal yang bercover Ultraman Taro. Berlembar-lembar tisu tercecer di lantai. Sebagian dalam kondisi basah oleh air mata, sebagian berminyak karena gorengan. Menangis sambil ngemil memang hobi Tukiyem. Kini ia meratapi kegagalannya.

Memang dua cerita di atas terdengar lebay. Tapi bisa dijadikan cermin untuk diri kita, karena banyak yang mengalami cerita seperti di atas meski tidak selebay – atau bisa lebih lebay – dari kisah Steve Jobs dan Tukiyem. Banyak yang susah move on mengagumi atau meratapi hasil karyanya. Kedua-duanya membuang kesempatan mendapatkan capaian yang lebih baik lagi.

Evaluasi itu penting. Tapi untuk bergerak melanjutkan progress dalam kerja-kerja yang lain. Pada kasus Steve, harusnya ia mencari tantangan lebih lanjut. Kemampuannya memang teruji dalam tantangan pertama, tapi anggapannya ia sudah menguasai segalanya itu adalah kesalahan fatal. Ia terperangkap dalam perasaan ujub (bangga pada diri sendiri) yang berujung pada ghurur (tertipu). Akhirnya ia merasa cukup dengan secuil skillnya itu. Nah, coba ingat-ingat, adakah capaian memuaskan yang pernah kita peroleh membuat kita bersikap seperti Steve Jobs? Meremehkan tugas dan menjadi kontra-produktif.

Pada kasus Tukiyem, ia memang sadar bahwa ia gagal, tapi bukan berarti ia meratap dan tak beranjak dari penyesalan. Tugas telah terkumpul, tapi kemampuan harus terus diasah. Ia tinggal mempelajari cara agar gambarnya bisa bergerak layaknya sebuah animasi. Jaraknya dengan kesuksesan sebenarnya tinggal sedikit lagi. Nah, coba ingat-ingat, adakah kita pernah alami kegagalan yang membuat kita merajuk tak mau berbuat apa-apa lagi?

Tukiyem harus move on dari kegagalan. Seperti Steve Jobs yang harus move on dari kesuksesan. Fa idza faroghta, fanshob!

“Hare gene mesen ojek payung di akherat? Emang bisa?”

Itu adalah pertanyaan nakal dari – sebut saja – Udin yang penasaran saat Opiq bercerita padanya bahwa di usia mereka sekarang adalah saat yang tepat untuk mendapatkan naungan di akhirat di mana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Mereka berdua adalah pelajar di bangku SMU.

“Redaksi haditsnya itu Naungan, bro… Lu ngertinya naungan itu cuma payung? Makanya… masuk Rohis dong!! Kalau di Rohis, kan ada wadah yang membimbing supaya kita bener-bener soleh.” Ujar Opiq yang baru saja daftar menjadi anggota Rohani Islam (Rohis) saat jam istirahat tadi.

Udin geleng-geleng kepala. “Dapet payung di akherat itu seru sih… Jadi gw kagak kepanas-panasan amat. Kan matahari cuma sejengkal di atas kepala. Tapi bro… sayang banget umur gw yang masih muda dan lucu ini kalo gak dipake buat gaul. Susah ah…”

“Lho… justru itu tantangannya. Naungan itu kagak bisa didapet dengan gampang, boy. You have to earn it!!!” Tegas Opiq dengan tampang yang mendadak sangat mirip dengan guru bahasa Inggris. Sayangnya, guru bahasa Inggris di sekolahnya itu wanita dan sudah hampir pensiun.

*****

Tepat sekali apa yang diceritakan Opiq. Masa remaja adalah kesempatan emas untuk mendapatkan naungan dan perlindungan Allah di akhirat. Tapi ada syaratnya, masa remaja itu diisi dengan ketaatan kepada Allah swt. Berita gembira ini sudah dikabarkan oleh Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Wah… Kalau Imam Bukhari dan Muslim sudah menyatakan suatu hadits itu shohih, dijamin daah, hadits itu 99% shohih. Dalam hadits itu, salah satu golongan yang mendapatkan naungan Allah di akhirat adalah pemuda yang sholih.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil; pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah pada Allah; orang yang hatinya selalu terikat pada masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula; seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’; orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya; dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim)

Dan tepat juga kata Opiq, bahwa saat remaja adalah saat yang sangat menantang. Menurut pakar psikologi, remaja umumnya memiliki pikiran yang pendek. Karena manusia selalu memilih hal yang menyenangkan, maka remaja akan memilih segala hal yang terlihat menyenangkan tanpa mempertimbangkan jangka panjang. Sayangnya, kenikmatan surga itu baru terlihat apabila seseorang mau berpikir panjang. Kenikmatannya ada di balik kesulitan, tetapi kenikmatan itu jauh lebih panjang dari kesulitan itu sendiri. Bahkan kenikmatannya itu abadi.

“Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka itu dikelilingi dengan kesenangan-kesenangan.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

Siapakah psikolog yang bilang bahwa remaja cenderung berpikiran pendek itu? Rasanya tidak perlu disebutkan. Soalnya kalau sampai ada remaja yang marah, gak perlu pikir panjang langsung disamperin psikolognya.

Jadi tantangan seorang remaja dalam memilih amalan penghuni surga yang sering tidak menyenangkan itu lebih besar daripada tantangan orang dewasa, apalagi kakek-kakek dan nenek-nenek. Karena itu, layak lah apabila imbalannya adalah naungan di akhirat kelak.

Berani menerima tantangan ini?

Ringan Tapi Keterlaluan

Posted: April 25, 2013 in Embun Taushiyah

Salah satu yang paling sering dianggap ringan, disepelekan, atau tidak perlu dibawa serius adalah guyonan. “Namanya juga becanda. Why so serious?” begitu pesan orang-orang  kalau sedang becanda.

Iya memang, yang namanya becanda tentu bukan hal serius yang harus dimasukkan hati. Tapi tak semua hal bisa dijadikan bahan becandaan. Karena tidak semua manusia bisa menerima suatu becandaan. Ada manusia yang cool banget, cuek bebek dengan becandaan yang menyinggung dirinya. Tapi ada juga manusia yang sensitif banget yang gampang tersinggung walaupun becandaannya sekedarnya saja. Becanda juga punya batas-batasnya.

Selain mempertimbangkan perasaan orang, becandaan juga harus mempertimbangkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Apa pantas sebuah musibah dijadikan becandaan? Apa pantas isi becandaan itu mengejek suku dan ras? Apa pantas becandaan mengejek orang tua? Dan juga, Islam punya rambu-rambu dalam becanda, salah satunya tidak boleh menjadikan syiar Islam sebagai bahan becandaan. Ringkasnya, agama jangan dijadiin becandaan.

Larangan itu ada pada surat At-Taubah 64-65. Surat itu bercerita tentang orang-orang munafik yang membawa-bawa syiar Islam dalam gurauan. Bahkan mereka berniat mengejek umat Islam dengan candaan itu. Lalu Allah tegur orang-orang munafik itu dengan keras. Ayatnya berbunyi seperti berikut:

“Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolokolok?”” (QS 9:64-65)

Begitulah, salah satu watak orang munafik adalah becanda mempermainkan syiar-syiar Islam. Mudah-mudahan kita tidak seperti itu.

Dan yang banyak terjadi belakangan adalah becandaan dengan mempermainkan kalimat-kalimat thoyibah. Ada banyak kata-kata baik yang dijadikan dzikir mengingat Allah, seperti astaghfirullah, masya Allah, bahkan menyebut “Ya Allah” pun termasuk dzikir. Namun itu semua dipermainkan dengan sebutan “ya owoh”, “ya olo”, “astapiluloh”, “masya tuhan”, dll. Na’udzubillahi min dzalik.

Terkesan remeh, tapi sudah memenuhi salah satu kriteria dari orang munafik. Bagi muslim yang mendengar kata-kata ini, apakah tidak terbakar emosi karena nama Tuhannya dipermainkan? Sedangkan bila nama kita sendiri atau nama orang tua kita sendiri jadi bahan olok-olokan saja kita tersinggung. Apalagi dengan muslim yang bercanda dengan candaan seperti ini. Mengapa begitu enteng dia menggunakan nama Tuhan sebagai olok-olok padahal dia percaya bahwa Allah lah yang menciptakan dan memberinya nikmat?

Sebenarnya tiap kita diberi kepekaan naluri. Dengan kepekaan naluri itu kita bisa menakar yang baik dan buruk. Termasuk dalam becandaan, dengan hati kita bisa memperkirakan mana yang boleh dijadikan bahan canda dan mana yang keterlaluan. Hal ini tidak berlaku bagi orang munafik yang hatinya telah ditutup mati oleh Alla swt. Wajar saja, becandaannya tidak terkontrol. Nama Allah pun dan kata-kata yang baik sebagai dzikir pun dijadikan mainan. Na’udzubillah, semoga kita tidak seperti itu.

Di zaman Rasulullah, ada kisah orang Yahudi yang mengolok-olok syiar Islam. Kisah itu tercantum dalam Al-Qur’an di surat Al-Baqarah ayat 104. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” (QS 2:104)

Ceritanya, orang-orang beriman biasa memanggil Rasulullah dengan “Raa’ina” yang artinya “perhatikanlah kami.” Panggilan ini terdengar oleh orang-orang Yahudi yang kemudian mempelintir kata itu dengan sebutan “Ru’uunah.” Arti dari ru’uunah sendiri adalah kebodohan yang sangat. Hal itu ditujukan sebagai ejekan kepada Rasulullah saw. Akhirnya Allah swt menurunkan ayat ini dan menyuruh orang beriman mengganti panggilan kepada Rasulullah dengan “Unzhurnaa” yang artinya sama, “perhatikanlah kami.”

Nah rekan muda, itulah ciri permusuhan kepada Islam, yaitu dengan memelintir kalimat-kalimat syiar Islam. Kalau menemukan orang yang mempermainkan syiar Islam, sebaiknya tegur saja. Peringatkan padanya bahwa hal itu sangat tidak pantas dijadikan becandaan. Tegas yuk!

“Gwe anti mainstream.”

Kedengerannya keren. Menjadi manusia yang berani melawan arus. Mengenyahkan mental bebek, mental ikut-ikutan. Dan punya sikap.

Contohnya nih, di saat orang-orang ramai mendukung klub sepakbola yang sedang naik daun, ada yang anti mainstream dengan mendukung klub medioker seperti Aston Villa. Saat remaja lain suka dengan anime, ada yang tidak ikut-ikutan dengan lebih menyukai seni lukisan jalanan. Atau saat orang-orang berlomba memiliki gadget terbaru, ada yang anti mainstream dengan tetep suka pada kalkulator karce. Ya sah-sah saja. Anti mainstream itu pilihan orang kok.

Tapi kan tidak semua hal menjadi anti mainstream itu baik. Contoh yang sederhana saja, pernah dengar Jaringan Islam Liberal (JIL) kan? Kelompok yang mengklaim bahwa mereka beragama di luar cara berislam mainstream (arus utama) umat Islam lain. Jadinya, mereka menganggap jilbab tidak wajib, mereka beranggapan agama Islam itu agama oplosan, menganggap finalitas kenabian Muhammad saw harus dikaji ulang, menghalalkan ciuman dengan non mahram, dll. Pokoknya yang haram jadi halal, dan yang halal jadi haram. Na’udzubillahi min dzalik.

Anti mainstream yang seperti itu justru anti mainstream yang ngawur.  Nyeleneh. Dan benar saja kata pepatah, kalau ingin cepat terkenal bersikaplah dengan kelakuan anti mainstream, contohnya mengencingi air zam-zam.

Padahal anti mainstream yang sesuai dengan jiwa seorang muslim itu harus dimiliki di zaman sekarang. Contohnya, tidak ikut-ikutan merayakan valentine. Itu anti mainstream yang te-o-pe-be-ge-te. Bersikap anti mainstream dengan tidak ikut-ikutan merayakan tahun baru, atau tidak ikut-ikutan April Mop, tidak ikut-ikutan suka pesta, dll itu adalah karakter seorang muslim yang punya sikap.

Sangat baik lagi bila tidak ikut-ikutannya itu karena dilandasi ilmu. Misalnya mengerti apa itu tasyabuh. Bahwa Rasulullah telah melarang umatnya tasyabuh (meniru) orang kafir yang suka pesta dan merayakan hal-hal yang tidak perlu. Juga paham latar belakang hari valentine, April Mop, dll yang kita tolak untuk merayakannya. Itu anti mainstream yang lebih sempurna lagi.

Anti mainstream seorang muslim juga tampak saat bersikap beda sendiri dalam kebenaran. Misalnya, tidak mencontek saat ujian, padahal di dalam kelas kawan-kawan sedang kasak kusuk mencari contekan. Atau punya sikap berjalan menuju masjid untuk sholat jamaah sementara kawan-kawan sedang duduk di pinggir jalan gonjrang-gonjreng maenin gitar sambil bernyanyi-nyanyi. Itu anti mainstream jempolan!!!

Generasi Ghuroba, Generasi Anti Mainstream

Pernah kan membaca sejarah awal penyebaran Islam? Saat itu para sahabat Nabi dituntut untuk menjadi anti mainstream. Tren menyembah berhala tidak berlaku buat mereka. Ucapan mereka adalah “Laa ilaaha illallah”.

Anti mainstream yang begini yang membuat orang kafir tidak suka. Akhirnya mereka menindas umat Islam yang saat itu masih sedikit. Tapi apakah penindasan itu menjadikan generasi pertama umat Islam berubah ikut-ikutan arus utama? Tidak. Contohnya Bilal, meski perutnya ditindih batu panas, ia tetap berujar “Ahad…Ahad.” Satu! Satu! Tuhanku hanya satu. Bilal tetap anti mainstream.

Tapi waktu pun berlalu. Akhirnya Islam menjadi jaya dan tersebar keseluruh dunia. Justru Islam yang menjadi mainstream, arus utama, di dunia arab. Menjadi kafir malah menjadi anti mainstream, dan itu nyeleneh yang error.

Tapi meski setelah menjadi arus utama yang kuat, rupanya Rasulullah ramalkan keadaan anti mainstream ini akan terulang lagi kelak. Dalam haditsnya Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba’).”(HR Muslim)

“Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba’). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka.“(HR Ahmad)

“Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba’). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak.“(hadits riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)

Rasulullah menggunakan kata “ghuroba” yang artinya “asing” untuk menggambarkan keadaan kaum yang anti mainstream di tengah manusia. Cirinya adalah melakukan perbaikan di saat orang lain melakukan kerusakan. Setujukan kalau kita harus jadi anti mainstream yang model begini?

Nah, sekarang coba adakan survey, berapa persen sih remaja muslim yang mampu membaca Qur’an dengan baik? Berapa persen yang selalu membaca Qur’an tiap hari? Kalau ada, tentu persentasenya sedikit. Ini dia generasi ghuroba. Padahal yang lain lebih suka melototin gadget, maen game, baca komik, dll. Sudahkah kita begitu?

Jadilah generasi ghuroba’. Karena membanggakan, memegang teguh kebenaran di tengah orang-orang yang tidak menyukainya. Selagi remaja, harus dipupuk untuk bersikap beda dan berdiri pada hal yang benar di tengah orang banyak. Sebab itu butuh mental yang baja. Apalagi watak manusia itu demen ngejek orang lain.

Terakhir, simak ayat di bawah ini, ada syarat sikap mental yang harus dimiliki untuk menjadi generasi anti mainstream. Generasi pembaharu yang hadir di kala umat manusia telah rusak.

“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al Maidah :54)

Make A Wish

Posted: February 4, 2013 in Embun Taushiyah

“Eh liat tuh, ada bintang jatuh. Buruan make a wish!” Ujar Rino yang heboh saat melihat ada sebuah kilatan benda langit seperti turun ke bumi lalu hilang di telan atmosphere. Kawan-kawannya serempak menengok ke arah yang ditunjuk oleh Rino.

“Mana? Gak ada.” Ujar salah seorang kawannya.

“Ya jelas udah ga ada dooong… Kan bintang jatuh itu cepet banget kejadiannya. Kalo ada benda langit yang melintas menuju bumi, pasti segera terkikis habis kena gesekan atmosphere.” Jawab Rino.

“Lah.. terus… Make a wish-nya basi dong?”

“Ya… enggak juga kalo kalian langsung make a wish pas gw bilang ada bintang jatuh.” Rino membela diri.

“Emang kalo make a wish pas ada bintang jatoh, udah pasti terkabul ya?” Tanya yang lain.

“Enggak sih. Tapi kan… buat seneng-seneng aja.”

*****

Ilustrasi di atas adalah percakapan anak-anak muda yang menyinggung soal Make a wish! Artinya kalo ga salah nih ya, buat sebuah permintaan. Atau dengan kata lain, “berdoa gih!”

Di masyarakat, ada yang menetapkan momen-momen khusus untuk make a wish. Misalnya, seperti pembicaraan di atas, saat ada bintang jatuh. Ada juga yang make a wish saat tahun baru, saat ulang tahun, saat pernikahan, dll. Bahkan ada juga yang make a wish pas jam-jam tertentu, misalnya pada pukul 11 lewat 11. Btw, ada gak ya yang make a wish pas sunatan?

Bagaimana peluang terkabulnya doa pada saat-saat seperti itu? Tentu saja semua itu tergantung apa isi doa dan bagaimana amal perbuatan yang berdoa. Tapi yang sudah pasti, kalau berdoa karena mengikuti cara-cara orang tidak beriman, misalnya berdoa dengan mengambil momen saat hari raya umat agama lain (karena ikut-ikutan), tentu saja hal ini tertolak. Bahkan, hati-hati, bisa terjerumus pada status musyrik! Juga make a wish saat bintang jatuh, kepercayaan siapakah ini?

Kalau berdoanya serius ingin dikabulkan, rasanya tidak perlu ikut-ikutan berdoa di momen-momen seperti di atas. Karena ajaran Islam sudah memperkenalkan waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa. Nah, kapan saja saat yang tepat untuk make a wish?

1. Saat Sepertiga Akhir Malam

Supaya bisa make a wish di sepertiga akhir malam, kita tentu harus bangun dan menunaikan sholat malam. Dikabarkan dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw bersabda: “Allah tabaraka wa ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia pada waktu sepertiga malam yang terakhir, Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan! Barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya akan Aku beri! Barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni!’” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

Waktu sepertiga akhir malam ini cukup panjang, dan terjadi setiap hari. Rugi kalau kita tidak berdoa pada saat ini, tapi malah menentukan waktu berdoa tanpa ada landasaan dalam agama.

2. Ketika Hujan.

Sadar gak sih, kalau saat hujan itu sebenarnya saat-saat tepat untuk make a wish. Bukan cuma make a wish sih, tapi bisa make two wishes, three wishes, dan sebanyak apapun kita mau.

Diriwayatkan oleh Al-Hakim, sebuah hadits berbunyi: “Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun”

Hujan turun membawa rahmat Allah ke bumi. Maka wajar bila kita berdoa saat turun rahmat-Nya. Ada doa yang diajarkan Rasulullah saat hujan turun: “Allahumma shoyyiban nafi’an.” Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat. Tapi kita pun bebas untuk juga mengucapkan doa yang lain mengadukan hajat keperluan kita.

3. Setelah/Di Penghujung Sholat Fardhu.

Berangkat dari hadits berikut: “Dari Abu Umamah Radhiyallahu’anhu, Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wata’alla, beliau menjawab: “Dipertengahan malam yang akhir dan di ekor shalat fardhu.” (HR At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)”

Kata-kata “Di ekor sholat fardhu” ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang mengartikan setelah tasyahud sebelum salam, ada yang mengartikan setelah sholat fardhu.

Yang jelas, memang Rasulullah mengajarkan ada bacaan doa setelah tasyahud, dan Rasulullah juga mengajarkan berdoa setelah sholat fardhu.

4. Antara adzan dan iqamah

“Tidak tertolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah.” (HR. Abu Dawud).

Kalau rekan muda rajin berada di masjid saat adzan berkumandang, tentu tidak akan ketinggalan momen emas ini.

5. Di suatu waktu pada hari Jumat.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Abul Qasim Shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya pada hari Jum’at ada sesaat yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan dikabulkan. Beliau berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan sebentarnya waktu tersebut.” (HR Al Bukhari)

Kapankah waktu itu? Memang Rasulullah rahasiakan, agar kita gencar berdoa pada hari jumat di saat-saat random, berharap bertepatan dengan waktu mustajab itu kita berdoa. Namun para ulama setidaknya memiliki 2 pendapat mengenai waktu di hari jumat ini. Pendapat pertama adalah saat khotib duduk di antara dua khutbah, dan yang kedua saat matahari akan tenggelam. Yuk kita buru kedua waktu itu!

6. Saat sujud dalam sholat

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab doa saat itu sangat diharapkan untuk terkabul.” (HR Muslim)

Kalau rekan muda sering menjumpai orang yang berpanjang-panjang pada sujud terakhirnya dalam sholat, jangan heran, karena berarti orang itu sedang mengucapkan keinginan-keinginannya kepada Allah swt. Ini perlu dicontoh kok.

7. Saat Hari Arafah

“Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah.” Begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Memang, adanya setahun sekali, yaitu pada 9 Dzulhijjah.

8. Saat Perang Berkecamuk

Nah lho… Rekan muda tidak pernah kan merasakan kondisi seperti ini? Memang, momen ini special untuk para mujahid yang bertempur gagah berani melawan mereka yang memerangi agama Allah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah:

“Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak; doa pada saat adzan dan doa tatkala perang berkecamuk.” (HR Abu Daud)

9. Berbuka Puasa

Saat berbuka puasa adalah saat yang paling indah buat make a wish. Karena saat itu dahaga kita terhapus, lapar dan letih seharian terbayar, dan di depan kita sudah ada pengabulan doa yang dijamin sebagaimana sabda Rasulullah berikut:

“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak.” (HR Ibnu Majah)

‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

10. Dalam Perjalanan

Saat traveling, misal berlibur, berpergian untuk study, atau pun perjalanan apa pun yang bukan maksiat, itu adalah saat yang asyik buat make a wish. Namanya perjalanan tentu saja ada tujuannya, kecuali kita adalah seorang pengembara. Bukan begitu ki sanak? Kesempatan yang Allah buka untuk make a wish ini harus dioptimalkan biar maksud perjalanan kita tercapai.

“ Tiga bentuk doa yang dimustajabkan Allah , tidak syak padanya iaitu : Doa orang yang teraniaya , Doa orang yang bermusafir dan Doa ibu bapa terhadap anaknya.” ( HR Abu Dawud)

Itu adalah 10 di antara saat-saat mustajab buat make a wish. Jadi sob, ga perlu untuk nunggu bintang jatuh buat make a wish. Ga perlu nunggu ulang tahun, tahun baru, atau momen-momen laen. Banyak kok momen buat make a wish yang terjamin keterkabulannya.

Setan, Si Raja PHP

Posted: December 29, 2012 in Embun Taushiyah

Tau istilah PHP kan? Ada istilah dalam dunia pemrograman komputer, yaitu “PHP: Hypertext Prepocessor.” Tapi bukan PHP ini yang sedang dibahas. Istilah ini lagi ngetrend di kalangan anak muda. Kalau bertemu sesuatu yang mengecewakan, akan keluar tudingan PHP ini. Yaitu: Pemberi Harapan Palsu.

Misalnya ada seorang remaja yang ngebet dengan lawan jenisnya. Berbagai cara dilakukan dan tampaknya ada respon dari incarannya. Namun saat dikatakan terus terang perasaan remaja itu, yang didapat hanyalah penolakan. Maka kekecewaan pun datang dan tudingan PHP pun bersarang.

Sering bukan salah orang yang dituduh PHP, tapi dasar yang menuduhnya saja ke-ge-er-an duluan. Salah tangkap dan terlanjur berharap terlalu banyak.

Tapi ngomong-ngomong, sadarkah rekan muda, siapa makhluk yang paling sering menebar harapan palsu? Rajanya PHP dan memang profesinya menebar harapan palsu. Pembuat iklan? Bukan itu. Makhluk itu adalah yang dikatakan oleh Allah swt sebagai musuh.

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), Karena Sesungguhnya syaitan-syaitan itu Hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Fathir : 6)

Semenjak tragedi pengusiran setan dari surga, sebagaimana kisah yang telah kita sering dengar, setan pun bersumpah untuk membuat manusia tersesat.

“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tida k akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 16-17)

Bagaimana caranya? Tentu saja dengan tipuan dan harapan palsu. Dan tipuan harapan palsu itu telah sukses pertama kali saat Nabi Adam a.s. melanggar larangan Allah swt memakan buah dari pohon yang dilarang untuk didekati.

Nah, agar tidak terkena tipuan harapan palsu-nya setan, kita harus tahu bagaimana setan beroperasi menebar harapan palus nya.

Perhatikan surat Al-A’raf ayat 17 di atas. Dari ayat tersebut, dalam tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan ada 4 cara setan menebar harapan palsu.

1. Min baini aidihim. Setan datang langsung di hadapan kita. Maksudnya setan membuat manusia ragu akan permasalahan akhirat. Karena sesungguhnya yang ada di depan kita adalah hari akhir.

Setan menabur harapan palsu pada manusia dengan kata-kata, “Nyantai aja men, neraka dan adzab kubur itu hoax. Lu boleh berbuat sesuka lu di dunia ini. Hidup itu cuma sekali, men. Jangan sampe sia-sia lu capek-capek sholat, puasa, buat ngejer akherat, padahal yang dikejer itu gak ada sama sekali.” Begitulah godaannya sehingga manusia menyangka dan berharap bisa melakukan apa saja tanpa ada balasannya di akhirat. Namun manusia salah.

2. Wa min kholfihim. Dari belakang. Lawan dari akhirat (depan) tentu saja dunia. Maka setan membuat manusia mencintai dunia. Cinta pada dunia inilah yang membuat mental umat muslim menjadi terpuruk.
Setan memberikan harapan palsu pada manusia: “Bro, lu ga perlu lah sedekah sedekah segala. Mending uangnya lu invest di deposito. Lebih bermanfaat buat lu bro. Orang-orang itu miskin karena males. Lu gak seperti mereka. Lu orangnya rajin dan smart mengelola uang. Udah, ga usah sedekah. Kalo ga buat beli gadget baru, mending dikelola maen saham.”

Akhirnya manusia tenggelam dalam cinta dunia dan enggan beramal sholih.

3. Wa ‘an aimaanihim. Dari kanan. Maksudnya setan akan membisiki manusia dengan cara mengaburkan urusan agamanya. Di sinilah peran kelompok penyesat seperti misionaris, aliran-aliran sesat dan JIL.
Setan memberi harapan palsu pada manusia berupa: “Girl, lu yakin berjilbab? Sayang rambut bagus lu, lho. Yang diperluin itu jilbab hati. Hati lu udah dijilbabin belum? Yang penting itu tingkah laku lu dijilbabin dari kelakuan-kelakuan jelek. Ga perlu lah kain yang menutupi rambut indah lu. Bukan itu tujuan beragama.”

Godaan lain misalnya: “Cuy, lu ga perlu sholat kalu kelakuan lu udah baek. Kalo lu udah menghindari perbuatan keji dan munkar, itu udah cukup. Sholat kan tujuannya itu. Udah lah cuy, lu udah baek kok. Ga perlu sholat. Beneran.”

Dan manusia pun tersesat fikirannya karena godaan setan. Itulah perlunya ilmu agama agar bisa menangkal tipuan-tipuan seperti ini.

4. Wa ‘an syama’ilihim. Dari kiri. Setan membuat manusia gandrung pada kemaksiatan. Dari sisi ini benar-benar full harapan palsu. Manusia pada dasarnya memang menyukai hal yang menyenangkan. Dan setan membungkus maksiat itu sehingga terlihat menyenangkan.

Setan menggoda manusia: “Gak apa lah bray maen judi. Toh cuma sedikit ini. Bisa tobat lah entaran. Yang penting sekarang mah gaul ama temen-temen. Kalo menang lu mayan buat foya-foya. Udah nyantai aja ga usah pikirin dosa. Tuhan juga ngerti.”

Itulah berbagai tipuan indah setan. Berbagai jalan ia masuki untuk meniupkan harapan indah pada manusia.

Tak Usah Bilang WOW

Posted: November 14, 2012 in Embun Taushiyah

“Terus gw harus bilang wow gitu?” Ini dia kata-kata yang sedang happening banget. Dipopulerkan oleh sebuah sinetron remaja, hingga sekarang bukan cuma remaja saja yang latah nyeletuk pakai kata-kata itu. Anak-anak sampai ibu-ibu pun ikut-ikutan.

Terus, apa kita harus salto sambil bilang wow karena fenomena ini? Ya tidak harus, tapi kalau mau salto dari puncak gedung wisma 46, silakan kalau berani.

Kata “wow” biasanya diucapkan bila melihat sesuatu yang menakjubkan. Tapi, apakah kita harus selalu bilang wow bila menemukan sesuatu yang menakjubkan? Tidak usah. Karena sebenarnya ada kalimah thoyibah, atau kata-kata baik yang berpahala bila kita ucapkan saat melihat sesuatu yang menakjubkan.

Ucapkanlah “Masya Allah” bila bertemu dengan hal yang menakjubkan itu. Ini sesuai dengan yang dituntun oleh Al-Qur’an serta kebiasaan dalam bahasa Arab.

Tuntunan dalam Al-Qur’an bisa kita temui dalam surat Al-Kahfi ayat 37: “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS 18:39)

Dalam lisan bahasa Arab pun terbiasa mengucapkan Masya Allah pada hal-hal yang mengagumkan dan menakjubkan. Mereka tidak berkata wow sambil salto tujuh kali ke belakang melewati pohon kurma. Tapi walaupun ini kebiasaan orang Arab, kebiasaan ini bernilai pahala karena ada dzikir dalam ucapannya. Beda dengan kata “wow” yang tidak ada makna dzikir. Dan jangan berpikiran berlebihan bahwa mengganti kata wow dengan Masya Allah adalah arabisasi. Ini ibadah kok.

Bagaimana dengan kata Subhanallah? Ini adalah termasuk kalimah thoyyibah. Hanya saja, sering terjadi kesalahan kondisi pengucapan pada masyarakat kita. Subhanallah sering diucapkan oleh masyarakat kita bila menemui hal yang menakjubkan. Padahal dalam Al-Qur’an, kata subhanallah sendiri dipakai untuk mensucikan Allah dari hal-hal yang tidak pantas.

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau (Subhanaka). Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.(QS 34: 40-41)

“Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah (subhanallah), dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”(QS 12: 108)

Kita perlu menyesuaikan pengucapan kalimah thoyibah dengan tuntutan Al-Qur’an. Bila bertemu hal yang menakjubkan, ucapkan masya Allah. Bila bertemu hal yang tak pantas, misalnya ada teman yang curhat: “Kenapa ya Tuhan gak mau mengizinkan gw lepas dari status jomblo,” ucapkan “Subhanallah. Maha Suci Allah dari tuduhan kamu…” Seperti itu lah.

Juga ada kalimah thoyyibah: Allahu Akbar. Ini pun bila bertemu dengan sesuatu yang menakjubkan. Kita sudah paham artinya: Allah Maha Besar. Ucapan Allahu akbar saat melihat yang mengagumkan menandakan kita kagum pada Pencipta Hal Yang Menakjubkan Itu.

Kata Allahu akbar dan subhanallah juga diucapkan dalam perjalan. Bila kita berjalan dan menemukan jalanan mendaki, ucapkan Allahu akbar. Bila bertemu jalan menurun, ucapkan subhanallah.

“Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih” (HR. Bukhari)

Ada banyak kalimah thoyibah lain. Misalnya ucapan istirja’ bila menemukan musibah. Yaitu kalimat: Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Inilah tuntunan Al-Qur’an untuk kita.

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”” (QS 2:155-156)

Misalnya ada teman yang ngadu pada kita, “Bro, kacau bro, ban motor gw kempes diantup tawon,” jangan ucapkan: “Terus gw harus ngunyah sarang tawon sambil bilang wow gitu?” Ada ucapan yang lebih baik yaitu Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Jangan salah kaprah menyangka ucapan ini hanya bila mendengar kabar kematian.

Bagaimana bila mendapati sesuatu yang menyenangkan. Juga tidak perlu bilang wow. Apalagi sambil ngemut tugu monas. Ucapkan “Alhamdulillah”. Inilah tuntunan dalam Islam.  Ucapan ini tanda syukur kita kepada Allah. Syukur secara lisan. Masih menanti syukur dalam bentuk perbuatan.

Bila memulai sesuatu, Islam menuntun kita untuk membaca basmallah. “Bismillahirrohmanirrohiim”. Bukan kata wow. Masa’ hendak makan kita bilang wow dulu?

Dan bila melakukan perbuatan kesalahan, beristighfarlah!! Ucapkan “Astaghfirullahal ‘azhiem.” Aduh, jangan sampe setelah kita berbuat dosa dengan melawan orang tua, kita malah ambil speaker keliling kampung untuk bilang wow. Na’udzubillahi min dzalik. (Semoga kita dilindungi Allah dari perbuatan demikian. Ini juga kalimah thoyyibah agar terlindung dari hal-hal buruk. Jangan bilang wow bila bertemu hal buruk.). Manusia memang tak lepas dari dosa, tapi ada kalimah thoyyibah istighfar yang membersihkan dari dosa. Bilang wow malah kesannya bangga sehingga dosa malah makin besar.

Itulah kalimah thoyyibah yang seharusnya kita ucapkan sebagai muslim. Pada berbagai kondisi, ada pahala yang menanti kita bila mengucapkan kalimah thoyyibah. Itulah indahnya Islam, ada banyak jalan untuk mencapai kebaikan. Wow.. eh… Allahu akbar..!!

Sarkas Itu Gak Keren, Sob!

Posted: April 12, 2012 in Embun Taushiyah

“Siapa berkata kasar banyak orang jadi gusar, siapa berkata lembut banyak orang jadi pengikut.” Itu bunyi gurindam dua belas Raja Ali Haji yang dipopulerkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring.

Sewajarnya memang begitu, siapa yang rese’, bakal dijauhin temen. Tetapi rupanya tidak selalu begitu. Ada sebagian orang yang demen dengan kata-kata kasar. Memaki dan sarkasme mereka anggap suatu yang keren. Di negara lain, “Di barat sono” kata engkong, lirik-lirik lagu rap/hip hop yang berisi makian sudah dianggap biasa. Dan di Indonesia pun sempat terdengar lagu-lagu yang liriknya berisi makian. Kenyataannya ada juga yang senang dengan lagu-lagu model begitu.

Tapi ngomong-ngomong, berkenalan dulu deh dengan kata sarkasme. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata sarkasme dengan kata-kata berikut: “sar·kas·me n (penggunaan) kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain; cemoohan atau ejekan kasar.” Sedangkan dalam artikelnya, wikipedia mendeskripsikan sarkasme seperti berikut: “Sarkasme adalah suatu majas yang dimaksudkan untuk menyindir, atau menyinggung seseorang atau sesuatu. Sarkasme dapat berupa penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan seseorang. Contoh: Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!”

Di mana ditemukan kata-kata sarkasme?

Tentu saja dalam pergaulan sehari-hari, kata sarkasme itu ada. Entah itu dimaksudkan becanda atau serius. Sarkasme yang paling serius misalnya menyumpahi orang lain dengan nama-nama binatang atau pun makhluk halus. Nama-nama binatang di sini bukan “Burung Merak”, “Ikan Mas Koki”, atau “Iguana”. Binatang yang indah-indah tentu tidak disebut. Yah… tahu lah sobat muda binatang apa sih yang dipakai buat mengumpat.

Di dunia maya juga ada. Semenjak dunia internet booming, semenjak itu pula kata-kata sarkasme berseliweran di dunia internet. Ada di percakapan chatting, di email mailing list (milis), forum diskusi, di jejaring sosial, bahkan di blog. Padahal sudah ada istilah “netiket”, atau etika dalam berinternet, sebagai aturan norma dalam menggunakan internet. Tetapi yang namanya manusia yang doyan melanggar, etika saja tidak cukup buat mengatur perangainya.

Hingga akhirnya lahirlah UU ITE. Dalam BAB VII, Perbuatan Yang Dilarang, pasal 27 ayat 3 berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Apa sanksi dari pelanggaran pasal itu? Bab XI, Ketentuan Pidana pasal 45 ayat 1 berbunyi: “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Satu milyar itu lumayan sob… Nolnya ada sembilan. Sayang sayang lho uang segitu dipake buat membiayai aktifitas sarkas kita. Undang-undang itu diperlukan sebagai jaminan kepastian hukum buat kita dalam berselancar di dunia maya. Supaya kita tidak difitnah sembarangan lewat internet, atau dihina.

Ada juga istilah “bully” yang istilah itu lagi ngetrend sekarang ini. Harus lihat kamus lagi kah? Oke oke… Menurut Oxford Dictionaries, Bully itu: “use superior strength or influence to intimidate (someone), typically to force them to do something”. Inti katanya ada di : ‘intimidasi’. Di dunia maya, bully ini adalah aktivitas mengintimidasi orang lain dengan kata-kata. Dan kata-kata yang digunakan tidak jauh dari sindiran – itu yang paling halus – serta ejekan, cacian, dan sarkasme.

Di mana lagi ada sarkasme?

Sobat muda hobi nonton sepakbola? Punya klub idola? Kalau punya, tentu tiap klub sepakbola ada musuh bebuyutannya. Harusnya sepakbola cuma hiburan kan sob. Kita menggemari sepakbola biar kita terhibur. Tapi kenyataan di lapangan (ciee make istilah lapangan. Padahal penggemar mah bukan yang maen di lapangan), saling ejek antar suporter sepakbola itu ramenya minta ampun. Kata-kata sarkasme berseliweran. Tawuran? Bukan hal luar biasa juga. Bahkan tawuran terjadi didahului oleh saling ejek antara suporter. Akhirnya karena sarkasme ini kita tidak lagi bisa menikmati hiburan tanpa kekerasan, minimal kekerasan verbal.

Sarkasme ini juga sering terdengar saat seorang lagi ngompol, alias ngomong politik. Ketika mengkritik kebijakan pemerintah dan penyelenggara negara, keluarlah sarkasme yang memaki-maki mereka. Saat membicarakan suatu parpol atau seorang tokoh politik, juga sering bertaburan kata-kata sarkas. Ya mudah-mudahan sobat muda yang baca tulisan ini bukan yang termasuk orang yang doyan sarkas, baik saat ngomongin bola, politik, atau yang lain.

Be a muslim, say no to sarcasm

Ciri khas seorang muslim adalah bertutur dengan kata-kata yang baik. Bila tidak sedang bertutur dengan kata-kata baik, ia diam. Begitu yang digambarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. (Bukhari dan Muslim). Dengan karakter seperti ini, tentu tidak ada tempat buat kata-kata sarkas atau pun membully orang.

Allah pun telah memperingatkan hamba-Nya untuk tidak mengolok-olok seorang muslim baik dengan kata sarkas atau pun sindiran. “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum memperolok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok itu) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok, dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan buruk sesudah iman dan barang siapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.(QS 49 :11).

Nah, itu lah karakter seorang yang beriman.

Sarkasme itu justru ada pada karakter orang yang tidak beriman. Ingat apa ucapan orang kafir quraisy saat mengejek Rasulullah? (Tidak ingat karena belum lahir? Ye.. memangnya ga baca siroh nabi?). Kafir quraisy mencela Rasulullah dengan tuduhan majnun, yang artinya gila. Na’udzubillahi min dzalik. Tapi kemudian Allah membela Rasul-Nya. Dalam surat Al-Qolam ayat 2-4 Allah berfirman: “Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Allah mengganti kata-kata sarkas kaum kafir Quraisy dengan pujian.

Masih dalam surat Al-Qolam, kemudian Allah memerintahkan agar tidak mengikuti orang yang suka mencela alias tukang sarkas. “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.” (QS Al-Qolam 10-14).

Gara-gara orang itu punya banyak harta dan anak, akhirnya banyak yang menjadi pengikutnya walaupun orang itu tukang berkata kasar. Itu dilarang. Begitu juga jangan karena orang itu pintar bermain musik, lagunya asyik-asyik, tapi kita gandrung dengan orang itu walaupun dia tukang sarkas. Atau pelawak yang tidak bisa melawak kecuali dengan menghina orang. Gak banget deh ngikutin orang itu.

Surat Al-Qolam tadi juga menjadi renungan bagi kita bahwa dalam menjalankan kebaikan dan menyeru pada kebenaran, kita akan dihadapkan pada tindakan bullying dari orang lain baik berupa perbuatan maupun kata-kata sarkas. Jangan menyerah dengan hal itu, karena itu sunnatullah. Jangan takut dengan kata-kata sarkas “sok suci”, “biar dibilang alim”, dll.